PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? 
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, 
           bermata tajam 
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya 
           kepastian 
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini 
Aku suka pada mereka yang berani hidup 
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam 
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... 
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! 
(1948)
Siasat, 
Th III, No. 96 
1949
MALAM
Mulai kelam 
belum buntu malam 
kami masih berjaga 
--Thermopylae?- 
- jagal tidak dikenal ? - 
tapi nanti 
sebelum siang membentang 
kami sudah tenggelam hilang
      
Zaman Baru, 
No. 11-12 
20-30 Agustus 1957 
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi 
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. 
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, 
terbayang kami maju dan mendegap hati ? 
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. 
Kenang, kenanglah kami. 
Kami sudah coba apa yang kami bisa 
Tapi kerja belum selesai,  belum bisa memperhitungkan  arti 4-5 ribu nyawa 
Kami cuma tulang-tulang berserakan 
Tapi adalah kepunyaanmu 
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan 
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan 
atau tidak untuk apa-apa, 
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata 
Kaulah sekarang yang berkata 
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 
Kenang, kenanglah kami 
Teruskan, teruskan jiwa kami 
Menjaga Bung Karno 
menjaga Bung Hatta 
menjaga Bung Sjahrir 
Kami sekarang mayat 
Berikan kami arti 
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian 
Kenang, kenanglah kami 
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu 
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948) 
Brawidjaja, 
Jilid 7, No 16, 
1957
DIPONEGORO
 
Di masa pembangunan ini 
tuan hidup kembali 
Dan bara kagum menjadi api 
Di depan sekali tuan menanti 
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. 
Pedang di kanan, keris di kiri 
Berselempang semangat yang tak bisa mati. 
MAJU 
Ini barisan tak bergenderang-berpalu 
Kepercayaan tanda menyerbu. 
Sekali berarti 
Sudah itu mati. 
MAJU 
Bagimu Negeri 
Menyediakan api. 
Punah di atas menghamba 
Binasa di atas ditindas 
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai 
Jika hidup harus merasai 
 
 
Maju 
Serbu 
Serang 
Terjang
 
(Februari 1943) 
Budaya, 
Th III, No. 8 
Agustus 1954
 
PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
 
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji 
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu 
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu 
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu 
Aku sekarang api aku sekarang laut 
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat 
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar 
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh 
(1948)
                                                                                                         
                      Liberty, 
                     Jilid 7, No 297, 
                     1954
Minggu, 04 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar